MANADO, KONTRASNEW.com – Balai Wilayah Sungai Sulawesi 1 (BWSS1) masih memegang predikat sebagai salah satu Instansi dengan pelayanan publik terburuk di Sulut. Asumsi ini mengemuka berdasarkan banyaknya laporan maupun keluhan dari Perwarta Media serta Lembaga Sosial Masyarakat (LSM), yang merasakan betapa sulitnya mengakses informasi dan data di instansi Vertikal yang bernaung di bawah Direktorat Sumber Daya Air (SDA) Kementerian PUPR itu.
Seperti diberitakan sebelumnya, saat ini pihak BWSS1 tidak lagi menerima surat masuk apapun dalam bentuk fisik. Staf Humas BWSS1 yang ditemui awak media beberapa waktu lalu, sempat menjelaskan mekanisme surat-menyurat yang diberlakukan oleh Pimpinan BWSS1. “Kalau mau konfirmasi, harus menyurat melalui website kami pak. Suratnya harus dikirim lewat format PDF. Kalau ingin ketemu langsung dengan Pejabat kami tidak bisa pak, begitu juga kalau menyurat fisik tidak dilayani,” kata staf Humas BWSS1.
Sikap BWSS1 yang begitu tertutup, dan memberikan syarat berbelit bagi Wartawan dan LSM yang hendak mengakses informasi dan data untuk kepentingan pemberitaan media, pelak saja menimbulkan kecurigaan. Apalagi, instansi yang dikomandani Ir. Sugeng Harianto, M.Si, MT itu, mengelolah dana APB-N dengan besaran nominal hingga ratusan miliar rupiah setiap tahunnya.
“Tidak semestinya pihak BWSS1 membuat aturan-aturan yang berbelit, masa hanya untuk mendapatkan informasi dan sekedar konfirmasi berita saja harus melalui website dan harus membuat akun? Ini sama saja mereka menghambat pelayanan publik,” terang Ketua LSM KIBAR Sulawesi Utara, Jaino Maliki, Jumat (23/2/2024).
Menurutnya, pola pelayanan publik yang diterapkan pihak BWSS1 tersebut, semata-mata merupakan upaya untuk mempersulit pewarta media dan LSM untuk mengakses informasi. “Di Sulawesi Utara, mungkin hanya BWSS1 yang menerapkan aturan seperti itu, dan ini sangat bertentangan dengan UU Nomor 18 tahun 2008, tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), serta UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 Pasal 18, Ayat 1. Itu ada sanksi Pidana 2 tahun, dan denda hingga lima ratus juta rupiah,” beber Maliki seraya menambahkan kalau wartawan dalam menjalankan tugasnya di lindungi oleh Undang-Undang.
Akan hal ini, pegiat Anti Korupsi itu berjanji akan menyurati instansi yang membidangi Pelayanan informasi Publik, yakni Komisi Informasi Provinsi Sulut, dan pihak Ombudsman RI Perwakilan Sulut. “Nanti kami akan segera menyurat ke KIP dan Ombudsman Sulut,” terangnya.
(Medi)